Halaman

Sabtu, 25 September 2010

Ketiadaan mutiara keindahan


Kegelapan menguasai hati yang kelam tanpa mutiara indah sosok pujaan hati. Suara lirih hati meronta-ronta mengatakan pada seluruh sendi-sendi tubuh,” Saat ini aku hidup dengan kehampaan. Aroma wangi kekasih ku telah berpulang, sedangkan aku merindukan sosok pujaanku”. Tangisan hati pun menundukkan kepala, lemah tanpa tenaga kehidupan. Mata tajam berbinar yang menyaksikannya pun meneteskan butiran air suci kerinduan yang mendalam karena hanya dialah yang memandang sosok keindahan pujaan hati itu. Mata itu berkata pada hati, “Kekagumanmu adalah bagian dari keterpesonaan diriku. Kesendirianmu adalah bagian dari ketiadaan dirikku menatap keindahan pujaan hati maka kesedihanmu adalah bagian dari kepahitanku juga.”

Mata pun dengan sisa butiran air sucinya berkata pada mulut dengan nada menuntut, “Engkau selalu berkata indah, engkau selalu memuji ketinggian makna cinta yang agung. Perkataan tulusmu pun mampu menembus setiap hati yang haus dengan taman kecintaan. Tapi hingga saat ini, engkau belum pernah sedikit pun menyatakan perasaan dari hati dan keterpesonaanku. Apakah engkau satu bagian dari keutuhan tubuh ini…??? Seakan-akan diammu lambang ketakukan dari sifat pecundang pemuja cinta…!!!” Mulut dengan nada bergetar dan lembut menjawabnya, “Kehadirannya di hadapaku menjadikanku terkunci tanpa kata, justru engkau yang sibuk dengan keterpesonaan dirimu padanya. Aku hanyalah perhiasan yang menemani setiap gejolak keterpanaan dirimu dan kemuliaan cinta yang dirasakan hati. Kebisuanku seperti rembulan yang menjalankan perintah Tuhannya, hanya menerangi dalam kegelapan malam sedangkan ketika siang terbangun maka rembulan tidak akan mampu memberikan sinarnya lagi. Begitu pula denganku yang tidak akan mampu di hadapan pujaan hati.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar