Oleh: Robi Rizkianto, 3 Juli
2016, Cilacap
Anak akan biasanya bersikap tidak
jauh dari sikap orangtuanya. Perlu orangtua menjadi teladan yang baik. Saat
anak pertama muncul dalam keluarga, maka mulailah orangtua membangun kebiasaan
positif. Contoh hal yang paling kecil, momen memandikan anak. Kita memandikan
anak dua kali sehari, sedangkan kita mandi setiap hari hanya sekali. Atau anak
disuruh mandi cepat sedangkan orangtua santai-santai. Padahal saat usia
anak-anak, mereka lebih mengingat dan memperhatikan kelakuan orang
sekelilingnya daripada perkataan. Anak lebih memperhatikan action (teladan) dibandingkan sekedar perkataan yang tanpa contoh
nyata. Jika ini terus dibiarkan maka akan berpengaruh negatif ke anak.
Mengapa??! Sikap tidak konsisten orangtua hanya akan menjadikan anak bingung
arah. Anak akan minder karena ada dua hal berbeda dihadapannya. Orangtuanya
menyuruh tapi orangtua sendiri tidak melakukannya.
Mental terbentuk dari tumpukan
kebiasaan-kebiasaan kecil di tiap harinya. Contoh mandi di atas memang terkesan
sepele, tapi sikap tidak konsisten orangtua akan menular ke perkara lainnya.
Bisa saja kita akan jumpai juga, anak dilarang menonton televisi sedangkan
orangtuanya boleh menonton. Bisa juga kita mendapatkan orangtua yang menyuruh
anak disiplin sedangkan orangtua mengantar anaknya ke sekolah sering terlambat.
Tidak konsisten itu semua dampaknya ke karakter anak.
Didiklah anak kita dengan
keteladanan, buka sekedar perkataan. Saat orangtua mendidik dengan keteladanan
maka anak akan mudah mengingatnya.
Melalui keteladanan, anak akan melakukan gaya pembelajaran visual. Anak melihat
langsung bagaimana harusnya bersikap. Anak melakukan gaya pembelajaran auditori
(mendengar), saat orangtua memberi nasehat. Kemudian anak juga melakukan gaya
pembelajran kinestetik (gerak tubuh), saat orangtuanya mengajaknya bermain. Sebaliknya,
orangtua yang sekedar memberi nasehat tanpa keteladanan maka anak hanya
melakukan gaya pembelajaran auditori. Keteladanan menjadi kunci pembuka
karakter positif anak.