Halaman

Jumat, 15 Oktober 2010

Benang Merah Berpikir dan Bersikap Visioner Kalangan Remaja Menuju Masyarakat Madani

Oleh:
Robi Rizkianto 2009



1.1.1. Pengertian Berpikir, dan Bersikap
1.1.2. Pikiran
Manusia merupakan mahluk hidup yang menerima dan mampu memberi respon terhadap faktor eksternal melalui pancaindera. Pengaruh-pengaruh eksternal akan terkirim melalui saraf-saraf penerima menuju otak. Kemudian mengolahnya dengan berbagai bentuk koordinasi antar bagian-bagian otak.
Menurut Suwardi Tanu (2002), mennjelaskan bahwa koordinasi dalam bagian otak ada tujuh bagian yang terkoordinasi dengan rapi dan bekerja dengan baik. Pertama, bagian peneriamaan. Semua informasi eksternal yang diterima oleh indera manusia akan sampai di otak yang akan diteruskan ke bagian lainnya. Kedua, bagian analisis. Informasi yang diterima dari bagain penerimaan dianalisis dalam berbagai aspek, sesuai dengan bobot berita tersebut. Ketiga, bagian penetuan sikap. Ketiga, bagian penentuan sikap. Hasil analisis otak, bagian analisis terlebih dahulu diolah disini. Keempat, bagian perencanaan. Setelah ditentukan sikap yang akan diambil, bagian perencanaan segera mengambil langkah-langkah konkret dalam merencanakan dan memformulasikan suatu respons tentang suatu sikap yang akan diwujudkan responsnya. Kelima, bagian komando pelaksanaan. Rencana yang berupa ide dari otak bagian perencanaan diterjemahkan oleh bagian ini dalam bentuk instruksi-instruksi yang akan diteruskan ke berbagai sarana pelaksana yang ada kaitannya. Keenam, bagian pengawasan pelaksanaan. Semua respon yang telah dilaksanakan oleh bagian pelaksanaan dipantau oleh bagian ini, termasuk memantau alat-alat indera yang dipakai untuk menyampaikan proses. Ketujuh, bagian ingatan. Segala yang pernah berinteraksii dengan manusia terekam dengan baik.
Ujang sumarwan (2002) mengutip pendapat William McGuire yang menyatakan bahwa ada lima tahap pengolahan informasi (the information-processing model). Pertama, pemaparan (exposure) yaitu pemaparan stimulus yang meyebabkan seseorang menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya. Kedua, perhatian (attention) yaitu kapasitas pengolahan yang dialokasikan seseorang terhadap stimulus yang masuk. Ketiga, pemahaman (comprehension) yaitu interpretasi terhadap makna stimulus. Keempat, penerimaan (acceptance) yaitu dampak persuasif stimulus kepada seseorang. Kelima, retensi (retension) yaitu pengelihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang (long-term memory).

1.1.2. Sikap
Sikap meliputi rasa suka dan tidak suka; mendekati atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok; dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya, termasuk gagasan abstrak dan kebijakan sosial.(Ernest R. Hilgard 1983). Miller (2005) memberikan contoh terhadap sikap, yakni “anda mungkin memiliki keyakinan bahwa olahraga baik untuk kesehatan Anda, bahwa olahraga membuat Anda terlihat baik, bahwa olahraga menghabiskan banyak waktu, dan bahwa olahraga ini tidak nyaman. Masing-masing dari keyakinan ini dapat berbobot (misalnya, masalah kesehatan mungkin lebih penting bagi Anda daripada isu-isu waktu dan kenyamanan). “
Menurut Ujang Sumarwan (2002), sikap memiliki delapan karakteristik. Pertama, memiliki objek. Sikap seseorang tergantung pada objek. Setiap orang akan bersikap berbeda terhadap objek yang berbeda. Kedua, konsistensi. Sikap adalah gambaran perasaan dari seseorang yang direfleksikan memlalui perilaku. Oleh karena itu sikap memiliki konsistensi meskipun ada faktor situasi yang mampu mengaibatkan inonsistensi. Ketiga, sikap positif, negatif, dan netral. Keempat, intensitas. Seseorang memiliki tingkat kesukaan yang berbeda terhadap objek. Derajat tingkat kesukaan tersebut mengungkapkan adanya tingkat intensitas. Kelima, resistensi sikap. Resistensi sikap adalah derajat perubahan sikap seseorang bisa berubah. Keenam, persistensi sikap. Karakteristik siakap yang menggamberkan bahwa sikapnya akan berubah karena berlalunya waktu. Ketujuh, keyakinan sikap. Tingkat keyakinan seseorang seperti budaya atau agama, akan mampu mengubah sikap. Kedelapan, sikap dan situasi. Situasi mampu menjadi faktor pendorong sikap seseorang.


2.1. Hubungan Berpikir dan Bersikap
Keyakinan mencerminkan komponen kognitif; sikap merupakan komponen afektif; dan tindakan mencerminkan komponen perilaku. (Ernest R. Hilgard 1983). Menurut Miller (2005), mendefinisikan sikap sebagai sejumlah keyakinan tentang perilaku tertentu yang ditekankan oleh evaluasi keyakinan
Komponen kognitif pada keyakinan termasuk dalam pemikiran yang menjadi dasar terlahirnya komponen perilaku melalui eksekusi komponen sikap. Komponen kognitif dalam bentuk berpikir, mendapatkan pengetahuan atau informasi melalui berbagai panca indera seperti telinga, mata, dan indera peraba. Berbagai komponen kognitif tersebut akan dieksekusi melalui sikap. Pengolahan informasi dalam memutuskan secara mutlak yang dilakukan dinamakan sikap. Sedangakan hasil eksekusi pengolahan informasi dari sikap dalam tataran implementasi dinamakan perilaku.
Pikiran menjadi pusat informasi yang menjadi penentu perilaku yang akan dihasilkannya. Bila informasi yang dimiliki baik maka ada kecenderungan perilaku yang dihasilkan menjadi baik, begitu juga sebaliknya. Hal ini didukung pernyataan Suwarno Tanu (2002), Pikiran menjadi impuls energi yang menjadikan sesuatu menjadi terwujud, terlaksana, termanifestasi, terbentuk, dan terbuat.

2.1.1. Peranan Berpikir dan Bersikap Visioner pada Kalangan Remaja
Tahap perkembangan moral menurut Thomas Lichona, bahwa remaja awal hingga akhir masuk dalam periode responsibility to the system, yaitu remaja harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sosialnya karena menyadari dirinya merupakan bagian dari sistem tersebut. Periode perkembangan remaja merupakan masa transisi dari interpersonal conformity, mementingkan diri tetapi jujur kepada orang yang jujur juga kepada dirinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa remaja memiliki kepribadiaan yang labil karena berada pada masa transisi perkembangan moral anak-anak ke dewasa.
Remaja membutuhkan lingkungan yang mampu mendukung pembentukan moralnya. Teori perkembangan social Erikson memberitahukan bahwa lingkungan yang paling dekat dengan remaja adalah peer group-nya. Sehingga dharapkan adanya peran keluarga untuk mengarahkan peer group anak sesuai dengn harapan orang tua untuk menjadikan anak yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
Masa perkembangan remaja menjadi hal yang esensial. Lukmanulhakim (2009) mengatakan, “Remaja secara alami memiliki proses kelemahan dalam proses perembangan kepribadiannya. Kelemahan-kelemahan ini dapat dimanfaatkan oleh suatu Negara untuk menghancurkan Negara lain melalui para remajanya”. Sehingga dibutuhkan bimbingan yang tepat untuk mengarahkan kepribadian dan pola piker anak.
Masa transisi remaja dari anak-anak, menuntut adanya bimbingan dari keluarga dan lingkungannya. Periode awal remaja memungkinkan masih adanya rasa egosentris yang dimilikinya pada masa perode anak-anak. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya peran keluarga dan lingkungan untuk membentuk pola pemikiran anak yang visioner.

3.1. Remaja Berpikir dan Bersikap Visioner
Hidup memiliki keniscayaan harus terus berubah karena selalu mengarah ke depan sesuai berjalannya waktu. Kondisi hidup yang dinamis perlu diiringi dengan pola perilaku yang dinamis, mampu memanfaatkan berbagai sumber daya fisik dan non-fisik disekelilingnya. Remaja akan merasa ada bila mampu berpacu dengan waktu dalam berkontribusi positif sebagai wujud hasil sinergisitas kondisi hidup dan pola perilaku.
Remaja harus memiliki visi hidup yang menjadi acuan “gairah” hidupnya. Visi adalah alasan utama manusia hidup, sehingga visi yang telah menjadi prinsip hidup tidak bisa diganggu gugat, ditawar, apalagi diperjualbelikan. Merujuk pada perkataan ibnul Khatab sebagai tokoh negarawan islam, “Hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri sebelum datang hari dimana engkau yang akan diperhitungkan”. Hal ini menunjukkan bahwa visi berdiri di atas prinsip-prinsip yang harus diperuangkan untuk mencapai harapan kebahagiaan yang paling puncak.
Pikiran remaja yang visioner mampu menempatkan dan mencari solusi permasalahan secara proporsional. Lingkungan yang ada disekitarnya mampu menjadi berharga karena pikirannya selalu berbaik sangka. Pikiran yang visoner selalu mengannggap berharga semua yang berbentuk fisik dan non-fisik. Seluruh bentuk fisik seperti tanah, daun, pakaian, dan buku, menjadi bahan baku yang esensial bagi seorang yang visioner. Ide, gagasan, saran, emosi, amarah, tangisan, cercaan, dan seluruh bentuk yang non-fisik juga mampu menjadi berharga bagi pribadi yang berpikir visioner.
Victor Frankle mengungkapkan bahwa selama individu mempunyai makna hidup, dia akan merasakan kebahagiaan dan kenikmatan yang memuaskan. Makna hidup selalu bersifat dinamis. Oleh karena itu harus secara konsisten meningkatkan kualitas diri dari waktu ke waktu, sehingga peningkatan kualitas diri melalui pemikiran, sikap, dan perilaku visioner yang berdisiplin akan menumbuhkan tanggung jawab moral yang tinggi.

4.1. Pola Pikir Remaja Sarana Manuju Masyarakat Madani


Bahmueller (1997) mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik masyarakat madani, yaitu terintegrasinya kelompok eksekutif ke masyarakat, penyebaran kekuasaan, program pembangunan berbasisi masayarakat, terjembataninya kepentingan individu dan negara, tumbuh kembangnya kreativitas, meluasnya kesetiaan dan kepercayaan, serta adanya pembebasan masyarakat. Seluruh karakteristik tersebut secara umum mengacu pada kondisi yang demokratis. Kondisi yang pada hakikatnya adanya hubungan harmonis yang bersinergi antara pemerintah, masyarakat status sosial tinggi, dan masyarakat sosial menengah ke bawah.
Kondisi masyarakat yang demokratis faktor pendorong tercipta kemajuan bangsa tapi belum tentu dengan sistem demokrasi sebagai penentu kemajuan bangsa. Adam Prezeworski dan Fernando Limongi dalam Journal of Economic Perspective menunjukkan tiga kategori korelasi antara sistem demokrasi dan pertumbuhan ekonomi berdasar hasil penelitian di puluhan Negara. Pertama, temuan yang mengatakan Negara yang otoritatian lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti demokrasi bersifat inferior. Kedua, temuan sebaliknya yang menyatakan bahwa demokrasi, bila dibandingkan sistem politik lain, yang lebih mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga, temuan netral yang mengatakan bahwa demokrasi atau sistem politik lain tidak berbeda secara signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kemajuan bangsa bangsa tidak tergantung lama Negara berdiri atau melimpahnya sumber daya yang dimilikinya. Negara mesir telah berdiri 2000 tahun, namun bila dibandingkan negara autralia dan kanada yang baru berdiri sekitar 150 tahun lalu terbukti mampu menjadi Negara yang lebih maju. Kemudian swiss yang tidak memiliki perkebunan coklat mampu menghasilkan coklat dengan kualitas terbaik, dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki perkebunan coklat dan belum mampu mengolahnya.
Tulisan Ratna Megawangi (2004) yang mengutip pendapat Nurcholissh Madjid yang membahas masyarakat madani. Menurut Nurcholish, prinsip masyarakat madani tidak terlepas dari inti ajaran universal kemanusiaan yang diturunkan kepada para nabi dan rasul sepanjang zaman. Ajaran universal kemanusiaan yang dimaksudkan adalah ajaran seluruuh agama.
Nilai-nilai akhlak pasti dijunjung tinggi oleh seluruh agama. Seperti yang dianut oleh ajaran islam, bahwa rasulullah saw. pernah bersabda “Dan tidaklah aku diutus kecuali untuk memperbaiki akhlak manusia”.
Seorang remaja merupakan masa yang paling mudah dibentuk perkembangan moralnya. Meskipun berdasar penelitian Junny Dunn menunjukkan bahwa anak usia 2 tahun sudah dapat diajarkan nilai-nilai moral. Namun, masa remaja menjadi masa optimalisasi perkembangan moral. Apabila dibandingkan dengan usia 2 tahun dengan usia remaja, maka usia remaja bisa diajak berdiskusi, tukar pendapat dengan mengacu pada sumber-sumber kebenaran yang ada. Sehingga saat pelaksanaannya, berbeda dengan anak usia 2 tahun yang berperilaku karena adanya award dan punishment, remaja berperilaku karena telah mampu berpikir abstrak dan logis sesuai dengan sumber kebenaran yang ada.
Perkembangan remaja dengan moral yang baik akan tumbuh jika sumber kebenaran yang bersifat absolut, agama, dapat terinternalisasi dengan baik. Nilai absolut mampu memutuskan dengan jelas antara benar-salah, boleh-tidak, dan halal-haram. Keluarga yang jauh dari nilai absolut, agama, akan tampak pemenuhan kebutuhannya tidak holistik seperti keluarga yang hanya mengedepankan nilai-nilai rasionalitas, maka akibatnya akan mudah didera rasa cemas atau stress karena kecerdasan emosinya tidak optimal.
Oleh karena itu sikap yang harus dimiliki remaja, keluarga, dan lingkungan pendukung lainnya terhadap sumber kebenaran adalah arif bersikap mencari kebenaran. Seperti yang dikatakan oleh Al Kindi, “Kita tidak perlu malu untuk mengetahui kebenaran yang datangnya dari siapa saja sumbernya, walau dari generasi dahulu maupun orang asing. Bagi siapa saja yang mencari kebenaran bahwa tidak ada nilai yang lebih tinggi daripada kebenaran itu sendiri”.







Daftar Pustaka

http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Theory_of_reasoned_action&prev=/search%3Fq%3Dattitude%2Bis%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26channel%3Ds%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DXGx%26sa%3DG&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhhltu1JW01sJL7uf24rALmmdg2KOg
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation
Surdiasis, Fransiskus, editor. 2006. Demorasi Indoneisa: Visi dan Praktek. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Sumarwan, Ujang. 2002. Perilaku Konsumen. Bogor: PT Ghalia Indonesia
Tasmara, Toto.2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani
Tasmara, Toto.2000. Menuju Muslim Kaffah. Jakarta: Gema Insani
Tanu, Suwardi.2002. Pikiran Awal kebahagiaan. Jakarta: PT Grasindo
Atkinson, Rita L. dan Atkinson Richard C. 1983. Pengantar Psikologi. Taufiq, Nurdjannah, penerjemah; Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Terjemahan dari: Introdustion to Pscychology.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar