Halaman

Kamis, 30 September 2010

Ujian KKP I

Tanggal 29 September kemarin saya mengikuti ujian Kuliah Kerja Praktek (KKP) bersama teman-teman dengan dipandu seorang dosen untuk mengujinya. Ujian kali ini memang disetting santai oleh dosen ini. Pembicaraannya pun jauh dari menghakimi, melainkan sekedar mencari informasi mendalam mengenai kegiatan KKP yang telah teman-teman dan saya lakukan di Kabupaten Kotabaru Kalimantan selatan, lokasi KKP.
Dalam ujian yang dilakukan sekitar 1.5 jam di ruang diskusi ini, banyak hal yang menyadarkan dan membuat saya bersemangat untuk memperbaiki diri. Saya makin memahami tentang kemampuan berbahasa saya dalam menulis yang masih lemah. Saya sebelumnya memang telah mengetahui bahwa saya harus lebih banyak melatih diri melalui menulis. Tapi semuanya butuh proses. Dalam makalah ujian KKP tersebut, dosen menilai memang kemampuan menulis saya lemah. Saya yang pada saat itu juga membaca makalah tulisan tersebut mengakui bahwa tulisan saya masih belum enak dibaca.
Pada ujian tersebut saya hanya bisa mengatakan dengan jujur pada dosen, “iya bu, saya memang mengaku masih lemah dan perlu dilatih untuk kemampuan menulis saya”. Dosen tersebut alhamdulillah memahami kelemahan menulis saya. Beliau hanya menyarankan saya untuk sering membaca buku dan latihan terus untuk menulis. Disamping itu, beliau juga mengatakan bahwa dalam penulisan pasti ada pola Subjek-Predikat-Objek-Keterangan, jadi itu harus diperhatikan saat saya sedang menulis.
Akhirnya, ujian KKP pertama selesai bersama dosen yang memberikan berbagai pelajaran dan semangat baru bagi saya berakhir. Saya sangat berterima kasih pada dosen tersebut yang telah bersikap santun dalam menyampaikan berbagai kesalahan dalam penulisan makalah. Sekarang saya memiliki target untuk membantu saya mengasah kemampuan menulis saya dengan berkomitmen bahwa saya akan selalu menulis berbagai hal setiap hari agar makin meningkatkan kemampuan berbahasa saya.

Sabtu, 25 September 2010

Ketiadaan mutiara keindahan


Kegelapan menguasai hati yang kelam tanpa mutiara indah sosok pujaan hati. Suara lirih hati meronta-ronta mengatakan pada seluruh sendi-sendi tubuh,” Saat ini aku hidup dengan kehampaan. Aroma wangi kekasih ku telah berpulang, sedangkan aku merindukan sosok pujaanku”. Tangisan hati pun menundukkan kepala, lemah tanpa tenaga kehidupan. Mata tajam berbinar yang menyaksikannya pun meneteskan butiran air suci kerinduan yang mendalam karena hanya dialah yang memandang sosok keindahan pujaan hati itu. Mata itu berkata pada hati, “Kekagumanmu adalah bagian dari keterpesonaan diriku. Kesendirianmu adalah bagian dari ketiadaan dirikku menatap keindahan pujaan hati maka kesedihanmu adalah bagian dari kepahitanku juga.”

Mata pun dengan sisa butiran air sucinya berkata pada mulut dengan nada menuntut, “Engkau selalu berkata indah, engkau selalu memuji ketinggian makna cinta yang agung. Perkataan tulusmu pun mampu menembus setiap hati yang haus dengan taman kecintaan. Tapi hingga saat ini, engkau belum pernah sedikit pun menyatakan perasaan dari hati dan keterpesonaanku. Apakah engkau satu bagian dari keutuhan tubuh ini…??? Seakan-akan diammu lambang ketakukan dari sifat pecundang pemuja cinta…!!!” Mulut dengan nada bergetar dan lembut menjawabnya, “Kehadirannya di hadapaku menjadikanku terkunci tanpa kata, justru engkau yang sibuk dengan keterpesonaan dirimu padanya. Aku hanyalah perhiasan yang menemani setiap gejolak keterpanaan dirimu dan kemuliaan cinta yang dirasakan hati. Kebisuanku seperti rembulan yang menjalankan perintah Tuhannya, hanya menerangi dalam kegelapan malam sedangkan ketika siang terbangun maka rembulan tidak akan mampu memberikan sinarnya lagi. Begitu pula denganku yang tidak akan mampu di hadapan pujaan hati.”

Wanita Menawan itu Lagi


Baru saja, aku bertemu dengannya, wanita menawan itu. Keanggunannya memancar seiring dengan jilbabnya yang berwarna coklat tua terjulur lebar. Saat berada di hadapannya, pandanganku sebenarnya telah terkunci dan sulit untuk mengelak keindahannya. Tapi segenap usaha, rasa malu dan degup jantungku yang keras langsung berusaha mengelaknya. Seketika pandanganku yang berlumur kerinduan berjumpa padanya menjadi tersadar.
Wanita itu sungguh indah dipandang. Laksana cahaya penerang dalam keredupan iman. Ketika bertemu dengannya, pandangan wanita itu pun tanpa berkedip menatapku tajam. Entah karena mungkin ingin memakan pandanganku yang liar ini atau kah dirinya juga merasakan degup jantung ini. Pertemuan pendek ini, benar-benar membuatku terkesima.
Siapakah namamu hai wanita menawan hatiku? Pertemuan dengannya selalu memyisakan bayangan penderitaan bagiku. Bayangan wanita itu menggelayut dalam dahan-dahan hatiku. Sungguh engkau telah membelenggu hatiku ini.
Kali ini, aku akui kekagumanku pada wanita menawan itu. Diam lisanku yang tanpa tegur sapa adalah ketertegunan akan keindahannya. Tertunduknya padanganku adalah isyarat hatiku yang tunduk hormat dihadapannya. Wahai wanita menawan…… Dengarkanlah bait-bait hatiku yang tertulis ini. Maka, seketika kau akan paham akan penderitaan hatiku.

Kelalaian Pintu Masuk Kehinaan

Kehinaan makhluk saat dirinya berada dalam ketidakterkendalian diri. Mata hatinya tidak mampu menatap keindahan tabir illahiah karena tertutup hijab antara keimanan hatinya dengan Allah ‘azza wajalla. Langkah kehidupannya pun menguntit makhluk laknatullah. Padahal Allah ‘azza wajalla telah memberikan titah suci padanya,
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan…” (An nur: 21)

Engkau berbohong dalam lisan, “aku mencintaiMu, Allah..”. Lisanmu saja kering dari menyebut mensucikan Allah ‘azza wajalla. Sudah banyak karunia yang engkau makan tapi sering engkau menggunakannya dalam kehinaan. Engkau Lalai…!!! Nikmat waktu yang Allah ‘azza wajalla berikan, engkau gunakan memandang makhluk yang bukan muhrimmu dengan penuh pikiran kotor. Kekuatan jahat masih bercongkol di hatimu. Jangan engkau mengaku ahli ibadah sebelum lisanmu basah dengan tasbih. Ikatlah amalmu dengan keyakinan yang berjalan beriringan firman Allah ‘azza wajalla,
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Al ahzab: 41-43)